Dipublikasikan pada: 2025-04-27
Di usia balita, kebiasaan ngompol masih dianggap bagian dari perkembangan yang normal. Namun, saat anak mulai menginjak usia sekolah dan tetap mengalami kesulitan mengontrol kandung kemih, pertanyaan besar mulai muncul di benak orang tua: Apakah ini masih normal, atau perlu konsultasi ke dokter?
Menurut Dr. dr. Mohammad Arief El Habibie, MSM., ISQUA, seorang pakar kesehatan anak, memahami kapan harus mengambil langkah lebih lanjut adalah kunci untuk menjaga kesejahteraan emosional dan fisik anak.
“Ngompol itu fase alami. Namun, kalau sudah lewat usia lima tahun dan masih berlanjut, atau bahkan muncul kembali setelah lama berhenti, itu sinyal untuk memeriksakan diri,” jelas dr. Arief.
Tidak semua kasus ngompol memiliki penyebab medis yang serius. Sebagian besar berhubungan dengan perkembangan sistem saraf kandung kemih anak yang belum sempurna. Namun, beberapa faktor lain juga bisa berperan:
“Jika salah satu orang tua punya riwayat ngompol saat kecil, peluang anak mengalami hal serupa bisa meningkat dua kali lipat,” tambah dr. Arief.
Menurut dr. Arief, ada tanda-tanda khusus yang tidak boleh diabaikan:
Jika gejala-gejala ini muncul, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut. Dalam beberapa kasus, masalah yang lebih serius seperti infeksi saluran kemih atau gangguan struktural kandung kemih bisa menjadi penyebabnya.
Pendekatan awal biasanya sederhana: mengurangi konsumsi cairan menjelang tidur, mengatur jadwal ke kamar mandi secara teratur, serta memberikan dukungan emosional tanpa mempermalukan anak. Dalam kasus tertentu, dokter dapat merekomendasikan terapi alarm malam, obat pengontrol urine, atau terapi lanjutan lainnya. Yang paling penting, menurut dr. Arief, adalah bagaimana keluarga merespons.
“Dukungan tanpa rasa menghakimi jauh lebih efektif dibanding hukuman. Anak perlu merasa aman, bukan bersalah,” tutupnya.
Ngompol bukanlah kegagalan, melainkan bagian dari perjalanan tumbuh kembang yang terkadang memerlukan waktu ekstra dan dukungan ekstra. Dengan memahami tanda-tanda yang tepat, orang tua bisa membantu anak melewati fase ini dengan percaya diri — dan tanpa trauma.